TRADISI WU'UN LOLON ENTITAS MERAWAT MARWAH PEREMPUAN ADONARA
Perempuan Adonara, teristimewa di seantero wilayah Adonara Barat dan Adonara Tengah memiliki keunikan dalam menjaga dan merawat marwah hidupnya. Salah satu entitas dalam kebiasaan merawat hakikat hidup kaum perempuan Adonara adalah dihelatnya tradisi Wu'un Lolon. Tradisi ini identik dengan tradisi hidup masyatakat Yunani Kuno dalam upacara Pondok Daun. Upacara ini sebagai simbol pernyataan syukur atas hasil panen mereka dari kebun atau pun ladang mereka.
Menurut tuturan Ina Tuto Olahan (kewae wrui) pemangku hak kesulungan dari Oi Lewotobi (kelpok kasta perempuan dalam tradisi Wu 'un Lolon), bahwa tradisi Wu'un Lolon mulai diwariskan ke setiap perempuan Adonara dan menitis lurus di garis keturunan ke setiap perempuan secara matrilinial. Ritus ini diyakininya sebagai wujud penghormatan kepada sang wanita hero Peni Masan Dai. Figur wanita yang dianggap sebagai martir pangan di seantero Adonara (Lamaholot).
Ritual ini boleh dibilang unik untuk wilayah Adonara yang masih kental dan masif memegang budaya patriarki. Sebab di hari yang dikhususkan untuk perempuan ini, marwah petempuan Adonara mendapat pengukuhan untuk didapuk berada pada tahkta yang menjadi Sang Empu untuk dilayani oleh kaum Adam Adonara. Bermula dari menyiapkan tempat (kenata) bale besar tempat perempuan dijamu, membelanjakan keperluan hajatan (ikan, gula dll) semuanya dilakukan secara barter oleh kaum laki-laki, megolah makanan, sampai pada menyajikan dan menjamu makan kaum perempuan. Khusus dalam hari itu, semula urusan pelayanan kepada kaum perempuan diambil alih oleh kaum laki-laki. Laki-laki baru boleh mulai makan setelah permpuan usai menjalankan ritual Reka Wata (makan jagung). Seluruh kaum pria yang hadir di sana baru bole Hode Arene (mengambil makan dari bagian yang tersisah) dalam hajatan itu.
Selain makan jagung, ritual lainnya adalah memeteraikan simbol kesuburan, keberkahan, juga kesehatan di dahi segenap wanita yang ada dalam rumpun atau Oi tersebut. Di dahi mereka dimarkahi getah buah ketimun. Selain itu dibagikan juga tebu untuk mereka. Buntut acara ini adalah Ohon Gako (mencuci rambut dengan santan kelapa) yang menyimbolkan kesehatan dan kebugaran hidup.
Patut dicatat bahwa ritual ini, adalah wujud soliditas yang mengikat erat darah kaum perempuan yang senadi di alur garis keturunan ibu. Ritual ini pun mengandung nilai sakral dan magis yang kuat. Bagi perempuan yang menganggap sepeleh atau melalaikannya, maka akan mendapatkan karma langsung dari leluhur yakni hidup yang tak beruntung, tidak mendapatkan keturunan, sakit, bahkan kematian. ****
Bram Wahang.
Menurut tuturan Ina Tuto Olahan (kewae wrui) pemangku hak kesulungan dari Oi Lewotobi (kelpok kasta perempuan dalam tradisi Wu 'un Lolon), bahwa tradisi Wu'un Lolon mulai diwariskan ke setiap perempuan Adonara dan menitis lurus di garis keturunan ke setiap perempuan secara matrilinial. Ritus ini diyakininya sebagai wujud penghormatan kepada sang wanita hero Peni Masan Dai. Figur wanita yang dianggap sebagai martir pangan di seantero Adonara (Lamaholot).
Ritual ini boleh dibilang unik untuk wilayah Adonara yang masih kental dan masif memegang budaya patriarki. Sebab di hari yang dikhususkan untuk perempuan ini, marwah petempuan Adonara mendapat pengukuhan untuk didapuk berada pada tahkta yang menjadi Sang Empu untuk dilayani oleh kaum Adam Adonara. Bermula dari menyiapkan tempat (kenata) bale besar tempat perempuan dijamu, membelanjakan keperluan hajatan (ikan, gula dll) semuanya dilakukan secara barter oleh kaum laki-laki, megolah makanan, sampai pada menyajikan dan menjamu makan kaum perempuan. Khusus dalam hari itu, semula urusan pelayanan kepada kaum perempuan diambil alih oleh kaum laki-laki. Laki-laki baru boleh mulai makan setelah permpuan usai menjalankan ritual Reka Wata (makan jagung). Seluruh kaum pria yang hadir di sana baru bole Hode Arene (mengambil makan dari bagian yang tersisah) dalam hajatan itu.
Selain makan jagung, ritual lainnya adalah memeteraikan simbol kesuburan, keberkahan, juga kesehatan di dahi segenap wanita yang ada dalam rumpun atau Oi tersebut. Di dahi mereka dimarkahi getah buah ketimun. Selain itu dibagikan juga tebu untuk mereka. Buntut acara ini adalah Ohon Gako (mencuci rambut dengan santan kelapa) yang menyimbolkan kesehatan dan kebugaran hidup.
Patut dicatat bahwa ritual ini, adalah wujud soliditas yang mengikat erat darah kaum perempuan yang senadi di alur garis keturunan ibu. Ritual ini pun mengandung nilai sakral dan magis yang kuat. Bagi perempuan yang menganggap sepeleh atau melalaikannya, maka akan mendapatkan karma langsung dari leluhur yakni hidup yang tak beruntung, tidak mendapatkan keturunan, sakit, bahkan kematian. ****
Bram Wahang.
Comments
Post a Comment